![]() |
Bantahan KPU Makassar atas Tuduhan Manipulasi Pemilih dan Pengarahan KPPS |
Zahru Arqom, kuasa hukum KPU Kota Makassar, memberikan klarifikasi pada sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menjelaskan bahwa penentuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilakukan berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2024. Proses ini melibatkan beberapa tahap, mulai dari penerimaan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4), sinkronisasi oleh KPU, hingga pemetaan oleh KPU Kabupaten/Kota.
“Secara teknis, penentuan pemilih dan TPS didasarkan pada Kartu Keluarga (KK). Pada saat pemetaan TPS, penduduk dalam satu KK tidak boleh ditempatkan di TPS yang berbeda,” ungkap Zahru. Ia menambahkan bahwa KPU juga telah mendistribusikan Formulir C-Pemberitahuan kepada pemilih melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), termasuk di Kecamatan Pulau Sangkarang, daerah terjauh di Makassar, yang sudah menerima formulir tersebut pada 21 November 2024.
Zahru melanjutkan bahwa jumlah daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pilwalkot Kota Makassar mencapai 1.037.164, dengan tingkat partisipasi pemilih sebesar 57 persen. Meskipun ada penurunan dibandingkan pemilihan sebelumnya, ia menegaskan bahwa tidak ada upaya sistematis untuk menyulitkan pemilih.
Di sisi lain, Pasangan Calon Nomor Urut 1, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika, yang berperan sebagai Pihak Terkait, juga membantah tuduhan bahwa anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengarahkan pemilih. Kuasa hukum mereka, Damang, menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa KPPS terlibat dalam politik praktis untuk mendukung salah satu pasangan calon.
“Bahkan tidak ada jejak laporan bahwa anggota KPPS merupakan bagian dari tim sukses Pihak Terkait,” tegas Damang. Ia juga menambahkan bahwa pemilih memiliki kesempatan untuk mengoreksi lokasi TPS mereka saat pemutakhiran data.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Makassar, Dede Arwinsyah, menyatakan bahwa pihaknya tidak menemukan laporan mengenai pelanggaran yang melibatkan Ketua KPPS dalam mengarahkan pemilih. Namun, ia mengakui adanya protes di TPS 28 Kelurahan Batua terkait anggota KPPS yang membantu pemilih lanjut usia.
“Pemilih yang didampingi adalah mereka yang memiliki keterbatasan, dan semua proses pendampingan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan,” tambah Dede.
Pemohon dalam perkara ini mendalilkan adanya manipulasi kehadiran pemilih secara terstruktur dan sistematis, termasuk dugaan tanda tangan fiktif di Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT). Mereka menyebutkan bahwa terdapat "pemilih siluman" yang memberikan tanda tangan palsu.
Dengan berbagai argumen yang diajukan oleh KPU, Pihak Terkait, dan Bawaslu, situasi ini menunjukkan kompleksitas dalam proses pemilihan di Kota Makassar, di mana semua pihak berusaha memastikan bahwa hak pilih masyarakat dilindungi dan dijunjung tinggi. Sidang akan dilanjutkan untuk mendalami lebih jauh berbagai keterangan dan bukti yang ada.
Tim Redaksi
0 Komentar