Sengketa Hasil Pemilihan Umum di Kabupaten Kepulauan Sula, Permohonan Diskualifikasi & Pemungutan Suara Ulang oleh Pasangan Calon Hendrata Theis - Muhammad Natsir Sangadji

Sengketa Hasil Pemilihan Umum di Kabupaten Kepulauan Sula, Permohonan Diskualifikasi & Pemungutan Suara Ulang oleh Pasangan Calon Hendrata Theis dan Muhammad Natsir Sangadji
Sidang Pemeriksaan Pendahuluan di Mahkamah Konstitusi 
Jakarta - Bpanbanten.com || Perkara sengketa hasil pemilihan umum di Kabupaten Kepulauan Sula kembali menjadi sorotan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Sula terlibat sebagai Termohon dalam perkara yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 3, Hendrata Theis dan Muhammad Natsir Sangadji. Permohonan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 233/PHPU.BUP-XXIII/2025 dan berkaitan dengan dugaan keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam proses pemilihan.

Sidang Pemeriksaan Pendahuluan berlangsung pada Selasa (14/1/2025) dan dipimpin oleh Majelis Panel Hakim, yang terdiri dari Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, serta Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Dalam sidang tersebut, Pemohon diwakili oleh kuasa hukum Yandri Sudarso dan Andhika Yudha Perwira.

Dugaan Keterlibatan ASN

Pemohon mengemukakan bahwa terdapat sejumlah nama ASN, pejabat di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula, serta aparatur desa yang diduga terlibat dalam kemenangan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2, Fifian Adeningsih Mus dan Saleh Marabessy. Menurut Yandri, ada 35 Surat Keputusan Bupati yang memutasi aparat yang tidak mengikuti arahan bupati dan 32 SK Kepala Desa yang memecat pejabat yang enggan mengikuti arahan.

“Data yang kami dapatkan menunjukkan bahwa ada tindakan mutasi yang didasarkan pada ketidakpatuhan terhadap arahan bupati dan kepala desa,” ungkap Yandri saat membacakan dalil permohonan.

Praktik Politik Uang

Selain itu, Pemohon juga mengajukan bukti adanya praktik politik uang yang melibatkan hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sula. Berdasarkan dokumen yang disampaikan, terdapat 17 kejadian praktik politik uang yang terjadi pada 26 hingga 27 November 2024, dengan nilai nominal berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 8,5 juta.

Pemohon mengklaim telah melaporkan sejumlah pelanggaran tersebut kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dengan 22 laporan yang diajukan. Beberapa di antaranya telah diputus oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Sula dan Pengadilan Tinggi, yang menyatakan bahwa kepala desa terbukti melakukan tindakan yang menguntungkan Pihak Terkait.

Permohonan Diskualifikasi dan Pemungutan Suara Ulang

Dengan berbagai dalil yang disampaikan, Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi untuk membatalkan Keputusan KPU Kepulauan Sula terkait Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Selain itu, Pemohon juga meminta agar Majelis menyatakan adanya ketidaknetralan dalam penyelenggaraan pemilihan dan mendiskualifikasi Pihak Terkait.

Tidak hanya itu, Pemohon juga meminta agar KPU Kepulauan Sula melakukan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) dalam waktu 30 hari setelah putusan dikeluarkan.

Tim Redaksi

0 Komentar